Kamis, 28 Juli 2011

Kumpulan Karya Tulis

HASIL KARYA TULIS MAHASISWA


PENANAMAN NILAI-NILAI BUDI PEKERTI MELALUI PRAKTIKUM SAINS BERBASIS TEMATIK DI SEKOLAH DASAR KELAS RENDAH

Djoko Hari Supriyanto, Sugianto, Prima Rias Wana
IKIP PGRI MADIUN

ABSTRAK
Belajar merupakan upaya sadar untuk memperoleh perubahan perilaku secara keseluruhan, baik aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Sampai  saat ini dalam praktiknya, proses pembelajaran di sekolah tampaknya lebih cenderung menekankan pada pencapaian perubahan aspek kognitif. Sedangkan kemampuan afektif masih kurang mendapat perhatian. Dalam pembelajaran, kemampuan afektif berhubungan dengan nilai-nilai budi pekerti. Nilai-nilai budi pekerti harus ditanamkan dan mendapat perhatian yang serius dari pihak-pihak yang terkait dalam pendidikan.
Pelajaran SAINS yang selama ini dianggap jauh dari aspek-aspek afektif juga dapat digunakan untuk menanamkan nilai-nilai budi pekerti, yaitu dengan pelaksanaan praktikum. Praktikum IPA yang diterapkan selama ini lebih cenderung dilakukan dengan pendekatan konseptual, sehingga jika diterapkan akan membuat pemebalajaran menjadi terkotak-kotak. Sedangkan siswa yang berada pada sekolah dasar kelas rendah masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik) sehingga  di SD kelas rendah digunakan pembelajaran tematik. Untuk itu dibutuhkan suatu rancangan praktikum IPA di SD kelas rendah yang dapat diterapkan melalui pembelajaran Tematik.
Dari uraian di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan praktikum IPA berbasis tematik untuk menanamkan nilai-nilai budi pekerti kepada siswa SD kelas rendah.
Kegiatan ini dilaksanakan bulan Oktober sampai dengan November 2008 di SD negeri Tambakromo 2, Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas yang berjumlah 24 siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan  teknik observasi dan tes. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Clasroom Action Research atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan dua siklus.
Dari pelaksanaan kegiatan siklus I dan II dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan nilai kognitif dan psikomotorik. Kemampuan afektif siswa juga terjadi peningkatan yang ditandai dengan kenaikan prosentase untuk kriteria baik dan sangat baik. Sedangkan untuk kriteria cukup, kurang, dan buruk terjadi penurunan. Peningkatan kemampuan afektif siswa ini sekaligus menunjukkan kenaikan nilai-nilai budi pekerti siswa.
Dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa penerapan praktikum IPA berbasis tematik mampu menanamkan nilai-nilai budi pekerti pada siswa Sekolah Dasar kelas rendah.

Kata kunci : Praktikum IPA, Tematik, Nilai-Nilai Budi Pekerti


PENDAHULUAN
Pendidikan sering disebut sebagai investasi sumber daya manusia, dan sebagai modal sosial seseorang. Pendidikan sebagai kebutuhan hidup, memainkan peranan sosial atau dukungan terhadap pertumbuhan dan juga memandu perjalan umat manusia, baik itu perorangan, masyarakat, bangsa dan negara. Posisi pendidikan menjadi sebuah kegiatan yang merangkum kepentingan jangka panjang atau masa depan. Bukan sekedar kebutuhan dalam pengertian yang umum, tetapi sebagai kebutuhan mendasar sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Dengan demikian, tuntutan pendidikan sekarang dan masa depan harus diarahkan pada peningkatan kualitas kemampuan intelektual dan profesional serta sikap, kepribadian dan moral manusia Indonesia pada umumnya. Dengan kemampuan dan sikap manusia Indonesia yang demikian diharapkan dapat mendudukkan diri secara bermartabat di masyarakat dunia di era globalisasi ini.
Untuk mempersiapkan hal di atas, harus dimulai sejak usia dini. Pendidikan dasar memegang peranan yang dominan dalam hal ini. Dengan memperhatikan pendidikan anak-anak sama dengan mempersiapkan generasi yang akan datang.
Berbagai inovasi telah dilakukan dalam dunia pendidikan, terutama di Sekolah Dasar, baik dari segi bangunan fisik, kurikulum, SDM, maupun pembelajarannya. Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan meningkatnya prestasi belajar siswa dari penerapan inovasi pembelajaran. Permasalahan yang muncul selanjutnya adalah, keberhasilan siswa dalam pembelajaran selama ini lebih berpusat pada aspek kognitif saja dan kurang membekali siswa pada aspek afektif dan psikomotorik. Padahal pembelajaran yang diharapkan adalah holistik (mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik).
Belajar dipandang sebagai upaya sadar seorang individu untuk memperoleh perubahan perilaku secara keseluruhan, baik aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Hingga saat ini dalam praktiknya, proses pembelajaran di sekolah tampaknya lebih cenderung menekankan pada pencapaian perubahan aspek kognitif (intelektual), yang dilaksanakan melalui berbagai bentuk pendekatan, strategi dan model pembelajaran tertentu. Sementara, pembelajaran yang secara khusus mengembangkan kemampuan afektif tampaknya masih kurang mendapat perhatian. Kalaupun dilakukan mungkin hanya dijadikan sebagai efek pengiring (nurturant effect) atau menjadi hidden curriculum, yang disisipkan dalam kegiatan pembelajaran yang utama yaitu pembelajaran kognitif atau pembelajaran psikomotor.
Hasil penelitian Usman (dalam Made Pidarta, 2007:91-92) mengatakan pendidikan kurang menekankan afeksi, kreativitas, berfikir, sikap membangun dan landasan moralitas, sehingga pendidikan menghasilkan kehidupan yang lebih bersifat materialistik. Kemudian ternyata hasil pendidikan yang hanya bersifat intelektualistis ini tidak dapat memecahkan semua masalah dalam kehidupan manusia. Pendidikan menghasilkan lulusan yang memang cerdas, pandai tetapi tidak mampu diaplikasikan di lingkungan masyarakat.
Frenky Suseno Manik (2006:1) mengemukanan, sesungguhnya diakui atau tidak, sistem pendidikan kita adalah sistem pendidikan yang sekular-materialistik. Sistem ini melahirkan orang pandai yang menguasai sains-teknologi melalui pendidikan umum yang diikutinya. Akan tetapi, pendidikan semacam itu terbukti gagal membentuk kepribadian peserta didik. Pendidikan sekular memang bisa membikin orang pandai, tapi masalah integritas kepribadian atau perilaku, tidak ada jaminan sama sekali. Sistem pendidikan sekular itu akan melahirkan insan pandai tapi buta atau lemah pemahaman nilai-nilai budi pekerti yang luhur. Lebih buruk lagi, yang dihasilkan adalah orang pandai tapi korup. Profesional tapi bejat moral.
Senada dengan pendapat di atas, Ma'rifat Iman (2007: 1) mengemukakan bahwa memang bangsa ini telah melahirkan banyak orang pintar, tetapi pada sisi lain orang-orang pintar itu ternyata pintar keblinger. Artinya, dalam kenyataan orang-orang pintar itulah yang menjadi biang perilaku korupsi. Orang pintar itulah yang menjadi penyebab kerusakan terhadap negeri.
Secara konseptual maupun emprik, diyakini bahwa aspek afektif memegang peranan yang sangat penting terhadap tingkat kesuksesan seseorang dalam bekerja maupun kehidupan secara keseluruhan.
Berdasarkan uraian di atas, nilai-nilai budi pekerti harus ditanamkan dan mendapat perhatian yang serius dari pihak-pihak yang terkait dalam pendidikan, khususnya di Sekolah Dasar. Anak di usia sekolah dasar, terutama kelas-kelas awal/ rendah merupakan masa yang sangat penting untuk menerima dasar-dasar pengetahuan, sikap, dan perilaku, sehingga pendidikan budi pekerti harus ditanamkan secara mendalam pada masa-masa seperti ini.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                   
Tujuan Pendidikan Budi Pekerti adalah penanaman nilai-nilai tertentu dalam diri siswa. Pengajarannya bertitik tolak dari nilai-nilai sosial tertentu, yakni nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia lainnya, yang tumbuh dan berkembangan dalam masyarakat Indonesia.
Dalam pembelajaran, nilai-nilai budi pekerti berhubungan dengan kemampuan afektif. Selama ini, untuk menanamkan aspek-aspek afektif lebih ditekankan pada mata pelajaran teretentu, seperti PKN, Agama, Seni dan Budaya, sedangkan pada mata pelajaran yang lain, aspek afeksi hanya jadi dampak pengiring yang muncul dengan sendirinya. Made Pidarta (2007: 107) mengemukakan bahawa yang benar adalah semua mata pelajaran yang diberikan di lembaga pendidikan harus dilibatkan dalam pengembangan afeksi ini. Tiap-tiap mata pelajaran hrus mendukung pengembangan afeksi. Sebab pada hakikatnya, tiap-tiap mata pelajaran memiliki kandungan afeksi untuk diinternalisasi oleh peserta didik.
Berdasarkan pendapat di atas, maka mata pelajaran SAINS yang selama ini dianggap jauh dari aspek-aspek afektif juga dapat digunakan untuk menanamkan nilai-nilai budi pekerti. Pengajaran SAINS seharusnya melibatkan semua aspek kemampuan siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Moh Amin (1987: 42) yang mengemukakan bahwa proses pembelajaran Sains di SD menuntut keterlibatan peserta didik secara aktif dan bertujuan agar penguasaan dari kognitif , afektif, serta psikomotorik terbentuk pada diri siswa.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau yang disebut dengan SAINS merupakan mata pelajaran yang berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar  menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah (Depdiknas, 2006). 
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.  Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Melalui pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Selama ini dalam membelajarkan SAINS umumnya mengabaikan variasi yang terjadi di alam, sehingga prinsip dan teori itu berlaku umum. Karena itu,  prinsip dan teori itu belum dapat digunakan secara langsung di alam riil, karena di alam riil ada variasi-variasi yang tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu, untuk pengelolaan alam diperlukan percobaan atau praktikum, agar aplikasi prinsip dan teori yang tepat dapat diketahui. Dengan demikian, di sekolah siswa harus belajar melakukan percobaan atau praktikum, agar siswa dapat menggunakan prinsip dan teori yang dipelajarinya untuk keperluan sehari-hari di masyarakat dan lingkungan alamnya, di samping untuk memenuhi kebutuhan melanjutkan sekolahnya.
Dengan praktikum, siswa mempelajari konsep-konsep dasar ilmu pengetahuan alam secara lebih efektif melalui pengalaman pribadi. Para siswa akan belajar untuk mempercayai kemampuan mereka sendiri untuk mengenali dan menjelaskan dampak dan fenomena alam bila mereka dibimbing untuk memformulasikan dan menguji hipotesa serta meningkatkan keterampilan dalam mengemukakan pendapat pribadi.
Rustaman (1995) mengemukakan empat alasan pentingnya kegiatan praktikum dalam SAINS, yaitu: 1)  praktikum membangkitkan motivasi belajar SAINS, 2) praktikum mengembangkan keterampilan dasar melakukan eksperimen, 3) praktikum menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah, dan 4) praktikum menunjang materi pelajaran.
Dalam pembelajaran SAINS di SD, pelaksanaan praktikum sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, terutama kelas rendah yang memiliki tahap berfikir operasioanal konkrit. Namun demikian permaslahannya praktikum IPA yang diterapkan lebih cenderung dilakukan dengan pendekatan konseptual, sehingga jika diterapkan akan membuat pemebalajaran menjadi terkotak-kotak. Sedangkan siswa yang berada pada sekolah dasar kelas satu, dua, dan tiga (kelas rendah) berada pada rentangan usia dini. Pada usia tersebut seluruh aspek perkembangan kecerdasan tumbuh dan berkembang sangat luar biasa. Pada umumnya tingkat perkembangan masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik) serta mampu memahami hubungan antara konsep secara sederhana. Proses pembelajaran masih bergantung kepada objek-objek konkrit dan pengalaman yang dialami secara langsung. Itulah sebabnya aplikasi kurikulum tingkat satuan pendidikan tahun 2006 dalam pembelajaran di SD kelas rendah digunakan pembelajaran tematik.
Pembelajaan tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat  memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Sutirjo (dalam Dwi Yuli Susanti, 2008) mengemukakan bahwa pembelajaran Tematik memberi peluang pembelajaran terpadu yang lebih menekankan keterlibatan anak dalam belajar, membuat anak terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran dan pemberdayaan dalam memecahkan masalah tumbuhnya kreativitas sesuai kebutuhan siswa. Lebih lanjut, diharapkan siswa dapat belajar dan bermain dengan kreativitas yang tinggi. (dan Mamik, 2005).
Dari urian diatas, maka dibutuhkan suatu rancangan praktikum IPA di SD kelas rendah yang dapat diterapkan melalui pembelajaran Tematik. Jadi dengan melakukan praktikum, siswa juga akan belajar banyak materi dari mata pelajaran yang lain. Hasil akhirnya adalah peningkatan hasil belajar siswa yang tidak hanya berpusat pada kemampuan kognitif dan psikomotorik seperti yang terjadi selama ini, tetapi juga mencakup ranah afektif. Jika diterapkan maka melalui praktikum IPA diharapkan mampu menanamkan nilai-nilai budi pekerti kepada siswa.
Dari uraian di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan praktikum IPA berbasis tematik untuk menanamkan nilai-nilai budi pekerti kepada siswa SD kelas rendah.


METODE
Kegiatan ini dilaksanakan bulan Oktober sampai dengan November 2008 di SD negeri Tambakromo 2, Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas yang berjumlah 24 siswa.
Pengumpulan data dilakukan dengan  teknik observasi dan tes. Observasi dilakukan untuk mendapatkan nilai afektif siswa, yang selanjutnya digunakan sebagai acuan perkembangan nilai-nilai budi pekerti siswa. Observasi dilaksanakan selam kegiatan pembelajaran berlangsung. Selain untuk mengukur tingkat kemampuan afeksi, observasi juga digunakan untuk mengukur kemampuan psikomotorik siswa. Sedangkan teknik tes digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Clasroom Action Research atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK).  Penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama (Suharsimi Arikunto, 2006:3). Dalam penelitian ini digunakan dua siklus tindakan dimana masing-masing siklus dilakukan dengan tahap-tahap: perencanaan (planing), pelaksanaan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting).
Adapun desain penelitian  sebagai berikut:

 planning                                                        planning
Oval: SIKLUS I

Oval: SIKLUS I
reflecting                                  acting            reflecting                                  acting

                           observing                                                    observing
Gambar 1. Desain Penelitian Tindakan Kelas
Pada pelaksanaan siklus I, tahap perencanaan (planing) dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1.      Menentukan kompetensi dasar yang akan digunakan untuk pratikum. Dalam hal ini kompetensi dasar yang digunakan adalah: “Mendeskripsikan perubahan sifat benda (ukuran, bentuk, warna, atau rasa) yang dapat diamati akibat dari pembakaran, pemanasan, dan diletakkan di udara terbuka”
2.      Membuat jaringan tematik kompetensi dasar mata pelajaran yang lain. Dalam hal ini kompetensi dasar yang digunakan adalah:
Bahasa Indonesia    :    melakukan kegiatan bersasarkan sesuatu yang didengar
                                      :    menangapi masalah sederhana yang ada dilingkungan
SBK                        :    membuat rancangan model benda yang digerakan angin dan kertas
Matematika             :    mengukur benda-benda disekitar siswa.
                                      :    mengenal alat ukur.
PPKN                     :    mengenal sejarah dan latar belakang sumpah pemuda
                                :    mengamalkan nilai-nilai sumpah pemuda dalam kehidupan sehari-hari
3.      Dari kegiatan 1 dan 2 dibuat sebuah tema yaitu pengalaman
4.      Merancang panduan pratikum dengan pembelajaran tematik.
5.      Menyusun lembar evaluasi untuk mengukur kemampuan afektif dan psikomotorik siswa.
6.      Mempersiapkan alat dan bahan serta media yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pembelajaran.
Pada tahap pelaksanaan (acting) dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1.      Siswa membuat kelompok dimana tiap kelompok terdiri dari 4 siswa.
2.      Memberikan memotivasi kepada siswa tentang pentingnya kegiatan yang akan dilakukan dan manfaatnya di dalam kehidupan sehari-hari.
3.      Memberikan pengarahan kepada siswa tentang nilai-nilai budi pekerti yang akan dikembangkan dalam kegiatan ini. Nilai-nilai tersebut antara lain: disiplin, saling menghargai, bersikap sopan, berkata santun, mampu bekerja sama, bersemangat, berani, dan lain-lain.
4.      Membimbing masing-masing kelompok melaksanakan kegiatan seperti pada panduan praktikum.
5.      Tugas kelompok membuat laporan dan mempersentasikkan hasilnya.
6.      Melakukan evaluasi kelas dan membahas hasil prensentasi
Pada tahap pengamatan (observing) dilakukan pencatatan dan mengevaluasi selama proses pelaksanaan kegiatan siswa. Penilaian dilakukan untuk mengetahui kemampuan afektif dan psikomotorik siswa. Pengamatan juga dilakukan pada saat pelaksanaan diskusi.
Pada tahap refleksi (reflecting) dilakukan kegiatan peninjauan kembali kegiatan yang telah dilaksanakan. Dari sini akan diketahui kekurangan dan kelebihan dari pelaksanaan siklus I dan digunakan untuk perbaikan di siklus II.
Pada pelaksanaan siklus II mengacu pada hasil refleksi pelaksanaan di siklus I. Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada tahap perencanaan adalah membuat rancangan praktikum yang berbeda dengan kompetensi dasar yang sama. Tahap-tahap yang lain mengacu pada pelaksanaan siklus I.

HASIL
Dari pelaksanaan kegiatan di siklus I diperoleh hasil data sebagai berikut:
1.      Nilai rata-rata kemampuan kognitif yang diperoleh siswa adalah  64,17 (penilaian skala 100)
2.      Nilai kemampuan afektif yang diperoleh siswa seperti tercantum dalam tabel 1 berikut.
Tabel 1. Nilai Kemampuan Afektif Siklus I
Kriteria
Aspek afektif yang dinilai
Kete-rangan
1
2
3
4
5
6
7
Baik Sekali (%)
0,00
4,17
4,17
4,17
0,00
12,50
0,00

Baik           (%)
8,33
12,50
20,83
20,83
8,33
41,67
4,17

Cukup        (%)
25,00
29,17
41,67
37,50
41,67
33,33
37,50

Kurang       (%)
50,00
41,67
25,00
29,17
29,17
4,17
50,00

Buruk         (%)
16,67
16,67
8,33
8,33
20,83
8,33
8,33


Keterangan:
1 = disiplin                              5 = bekerja sama
2  = saling menghargai             6 = bersemangat
3  = bersikap sopan                  7 = berani
4  = berkata santun                                                   
3.      Nilai kemampuan psikomotorik yang diperoleh siswa seperti tercantum dalam tabel 2 berikut.
Tabel 2. Nilai Kemampuan Psikomotorik Siklus I
Aspek psikomotorik yang dinilai
Kriteria
Keterangan
4
3
2
1
Menyiapkan alat dan bahan    (%)
16,67
33,33
50,00
0,00

Melaksanakan praktikum        (%)
16,67
16,67
50,00
16,67

Menyimpan alat dan bahan     (%)
0,00
33,33
66,67
0,00

Menyusun laporan                  (%)
16,67
16,67
50,00
16,67

Presentasi                                (%)
16,67
50,00
33,33
0,00

Keterangan:
4 = dilaksanakan dengan tepat dan cepat
3 = dilaksanakan dengan tepat dan lambat
2 = dilaksanakan dengan salah dan cepat
1 = dilakukan dengan salah dan lambat

Dari pelaksanaan kegiatan di siklus II diperoleh hasil data sebagai berikut:
1.      Nilai rata-rata kognitif yang diperoleh siswa adalah  85,5
2.      Nilai kemampuan afektif yang diperoleh siswa seperti tercantum dalam tabel 1 berikut.
Tabel 3. Nilai Kemampuan Afektif Siklus II
Kriteria
Aspek afektif yang dinilai
Kete-rangan
1
2
3
4
5
6
7
Baik Sekali (%)
41,67
29,17
33,33
45,83
29,17
45,83
12,50

Baik           (%)
50,00
58,33
54,17
50,00
29,17
45,83
50,00

Cukup        (%)
8,33
12,50
12,50
4,17
37,50
8,33
33,33

Kurang       (%)
0,00
0,00
0,00
0,00
4,17
0,00
4,17

Buruk         (%)
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00


Keterangan:
1 = disiplin                              5 = bekerja sama
2  = saling menghargai             6 = bersemangat
3  = bersikap sopan                  7 = berani
4  = berkata santun
3.      Nilai kemampuan psikomotorik yang diperoleh siswa seperti tercantum dalam tabel 4 berikut.
Tabel 4. Nilai Kemampuan Psikomotorik Siklus II
Aspek psikomotorik yang dinilai
Kriteria
Keterangan
4
3
2
1
Menyiapkan alat dan bahan    (%)
83,33
16,67
0,00
0,00

Melaksanakan praktikum        (%)
66,67
16,67
16,67
0,00

Menyimpan alat dan bahan     (%)
83,33
16,67
0,00
0,00

Menyusun laporan                  (%)
50,00
33,33
16,67
0,00

Presentasi                                (%)
66,67
33,33
0,00
0,00

Keterangan:
4 = dilaksanakan dengan tepat dan cepat
3 = dilaksanakan dengan tepat dan lambat
2 = dilaksanakan dengan salah dan cepat
1 = dilakukan dengan salah dan lambat


PEMBAHASAN
Dari pelaksanaan kegiatan siklus I dan II dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan nilai kognitif siswa, yaitu dari 64,17 menjadi 85,50. Ini berarti terjadi peningkatan sebesar 21,33.
Kemampuan psikomotorik siswa juga mengalami peningkatan baik dalam penyiapan alat dan bahan (mengingkat 66,66%), pelaksanaan praktikum (mengingkat 50%), penyimpanan alat (mengingkat 83,33%), membuat laporan (mengingkat 33,33%), dan presentasi laporan (mengingkat 50%).
Kemampuan afektif siswa juga terjadi peningkatan yang ditandai dengan kenaikan prosentase untuk kriteria baik dan sangat baik. Sedangkan untuk kriteria cukup, kurang, dan buruk terjadi penurunan. Peningkatan kemampuan afektif siswa ini sekaligus menunjukkan kenaikan nilai-nilai budi pekerti siswa. Prosentase kenaikan dan penurunan dari siklus I dan siklus II dapat dilihat dalam tabel 5 berikut.
Tabel 5. Prosentase Kenaikan Kemampuan Afektif
Kriteria
Aspek afektif yang dinilai
Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
Baik Sekali (%)
41,67
25
29,16
41,66
29,17
33,33
12,5

Baik           (%)
41,67
45,83
33,34
29,17
20,84
4,16
45,83

Cukup        (%)
-16,67
-16,67
-29,17
-33,33
-4,17
-25
-4,17

Kurang       (%)
-50
-41,67
-25
-29,17
-25
-4,17
-45,83

Buruk         (%)
-16,67
-16,67
-8,33
-8,33
-20,83
-8,33
-8,33


Keterangan:
1   = disiplin                                   5 = bekerja sama
2   = saling menghargai                  6 = bersemangat
3   = bersikap sopan                       7 = berani
4   = berkata santun                      
 Tanda (-) menunjukkan terjadi penurunan
Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai budi pekerti pada siswa SD kelas rendah dapat ditanamkan melalui praktikum IPA berbasis tematik.

KESIMPULAN
Dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas yang dilakukan pada siswa kelas 3 SD negeri Tambakromo, Kecamatan Padas, Kabupaten Ngawi dapat disimpulkan bahwa penerapan praktikum IPA berbasis tematik mampu menanamkan nilai-nilai budi pekerti pada siswa Sekolah Dasar kelas rendah.
Dari hasil ini, maka perlu dipertimbangkan untuk lebih dikembangkan lagi berbagai macam praktikum IPA yang dapat diterapkan dalam pembelajaran tematik di Sekolah dasar kelas rendah.


DAFTAR PUSTAKA

Dwi Yuli Susanti. 2008. Pembelajaran Tematik Sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 3 SD Negeri 034 Samarinda Ulu

http://indoskripsi.com diakses tanggal 12 Februari 2009.

Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Frenky Suseno Manik. 2006. Pendidikan di Indonesia : Masalah dan Solusinya. http://re-searchengines.com diakses tanggal 12 Januari 2009.

Made Pidarta. 2007. Wawasan Pendidikan. Surabaya: Unesa University Press.
Ma'rifat Iman. 2007. Solusi Problematika Pendidikan di Indonesia. http://re-searchengines.com diakses tanggal 12 Januari 2009.
Rustaman, N.Y., Dirdjosoemarto, S., Yudianto, S.A., Achmad, Y., Subekti, R., Rochintaniawati, D., & Nurjhani, M.K. 2003. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UPI.
Suharsimi Arikunto. 2006. Penelitian Tin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar